Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2014

Formalitas - Seperti Seharusnya

aku merasa buruk. tentang semuanya. aku merasa sangat lelah, namun tidur sepertinya tidak memungkinkan. seberat apapun kelopak mataku, mereka tetap terbuka sepanjang pagi ini. seperti biasanya, oh mungkin akan lebih pantas ku tuliskan “seperti seharusnya.” “selamat pagi, sayang.” sudah ku bilang, ini seperti biasanya (seperti seharusnya), sarapan dan kopinya kusiapkan rapi tersaji diatas meja makan sebelum dia berangkat bekerja. seperti biasanya, oh mungkin akan lebih pantas ku tuliskan “seperti seharusnya.” sudah ku bilang, ini seperti biasanya (seperti seharusnya), makan malam dan kopinya sudah kusiapkan rapi tersaji diatas meja makan, aku menungguinya pulang. seperti biasanya, oh mungkin akan lebih pantas ku tuliskan “seperti seharusnya.” sudah ku bilang, ini seperti biasanya (seperti seharusnya), melayaninya – membuatkan kopi untuknya jika dia harus menghadap laptop beserta berkas-berkas grafik yang tak pernah aku mengerti cara membacanya hingga larut malam. kopi

How Can I Hope...

“how can I hope for something I had never known of ?” jelaskan padaku, bagaimana kita bisa mengharapkan sesuatu yang kita tidak pernah “kenal” ? tidak pernah “mengenal” kita ? sedangkan cinta, sudah cukup membuat lelah, tetapi tiba-tiba mengirimkan energy dahsyat, yang bisa mempengaruhi semuanya.. kekuatan yang mampu merubah segelanya. yaa, ini.. pahit akan terasa manis. sempurna cara Tuhan mengendalikan, menata dunia agar semua serasi.. terbagi rata.. hasil dari apa yang pernah kita tanam sebelumnya. 

Habis Daya

"aku tak masalah pada jarum jam yang terus bergerak maju. yang aku permasalahkan adalah mana semangatmu untuk terus maju memperjuangkanku ?" tak masalah pada jarum jam yang terus bergerak maju ? yakin yang kau permasalahkan adalah mana semangatku untuk terus maju memperjuangkanmu ? aku ingin memberi sedikit sanggahan, kau bisa dengar dan pertimbangkan ? tolong, ingatlah juga akan detik jam dinding yang gagu karena habis daya. aku telah 'menghabiskan' semuanya agar sampai disini, dan begini saja yang kau tunjukkan padaku ? lalu bagaimana lagi aku harus memperjuangkanmu, bagaimana dangan dayaku ? kau bilang kau tau. hahaha kau tak tau apa-apa. apa bahkan kau memikirkanku ? emm, apa hanya aku sendiri yang gila ? kapan kau menyadari betapa tidak adilnya ini semua untukku ? sehingga cuma aku yang tersiksa. bagian dari dirimu yang merasa paling pantas atas semua ini, oh, you're too late. to care.

Rasa Lezat Yang Melebihi Alam Semesta

dia melongokkan kepalanya dari jendela mobil, sesekali memainkan tangan kirinya keluar. bermain dengan langit yang sedang berantakan - hujan turun deras. kalian tau, perempuan ini selalu histeris, euforia, ribut sendiri dengan hal-hal yang aku tak mengerti. itulah... aku sangat menyukainya. aku sangat menikmati dimana dia sedang ribut sendiri dengan apa yang ada dikepalanya, dunia yang tak bisa kupahami.  "aku tak pernah mengerti, kenapa orang-orang ini selalu melarangku menikmati hujan - telanjang. begitu juga kau !!!" "kau bisa sakit." "hmm, jawaban klasik. persentase hujan bisa membuat badanku sakit itu sangat sedikit, tidak sebanding dengan kenikmatan yang kurasakan setelah menyetubuhinya. rasa lezat yang melebihi alam semesta."

Setiap Denting-nya

lantunan piano, harmonika, dan seksofon itu seperti kalimat. hanya jika kau memahami tiap dentingnya, kau bisa merasakan musisinya menyampaikan sesuatu yang sedih atau gembira atau bersemangat dengan menghayati musiknya, tuan !

Coba Tebak !!!

"jadi, akan sampai kapan lagi terasa hambar seperti yang kau bilang ?" aku sudah berusaha mengunakan kata-kata, kalimat yang tidak kaku, agar kita bisa kembali akrab seperti dulu.  "tapi mungkin yang kau rasakan masih saja hambar." iya, bisa ku lihat dari rengekanmu yang belum kembali seperti sebelum kau bilang aku berubah.  tidak, bukan seperti itu. jangan berpikir aku menyalahkan diriku sendiri atau menyalahkan dirimu. bukan... bukan. aku hanya sedang berpuisi, setidaknya biar kau tau dengan cara ini seseorang bisa melukiskan keabstrakan pikirannya. "ku ulangi sekali lagi, hatiku masih tetap sama, entah sebelum atau sesudah kau bilang aku berubah. hatiku.. masih melindungi isinya dengan sangat hati-hati." jangan diam. "coba kau tebak apa isinya ?" NAMAMU, Mas.

Jadi, Hanya Itu ?

"jadi, hanya itu kemampuanmu mencintaiku ?" mau berkata apalagi, Luh ? masih mau melawan ? kamu sudah mematahkanku sepatah-patahnya.  masih mau mengelak ? kamu hanya perlu duduk menunggu bulir-bulir air turun dari langit, itulah sejadi-jadinya aku menangis. rasakan ! tapi jika kau mau mematahkanku berkali-kali (lagi)... ini, aku masih tetap menyangga kelopak mata dengan batang korek api.

Adalah Waktu !!!

"aku datang kesini untuk suatu urusan. ku harap kau punya waktu untuk bicara agak panjang lebar. aku harus bertanya, sebab jika ada hal yang begitu mahalnya sampai tak bisa di beli,  itu adalah... waktu."

Kehidupan Dalam Cangkang

aku memutuskan bahwa aku sudah dewasa, lalu aku segera belajar untuk menerima kenyataan sebagaimana adanya. Tuhan mungkin akan mengabulkan doaku suatu saat, tapi rasanya tidak untuk sekarang. maka aku dan... mungkin dia masih terus mempertahankan gaya komunikasi kami yang seperti tinggal didalam cangkang masing-masing. jangan heran, kalau aku nyaris tidak tau bagaimana cara bicara dengan dia.

Hello, November Rain.

Hello, hujan pertamaku... kau menemaniku jalan-jalan setengah malam...  maaf tak sempat menyetubuhimu, tapi percayalah.. aku menyambut dengan gembira tetesan pertamamu dikaca mobilku. sungguh, aku suka sekali caramu menemuiku tiba-tiba. dan sungguh, aku suka sekali caramu menghalangi pandanganku. "kau juga rindu aku kan ?" "Iya, masih sama. selalu." "ku kira kau datang menemuiku diakhir pekan, tapi tiba-tiba... yaa, aku selalu suka kejutanmu." "kau sudah memendam rindu tak terhitung selama itu, aku takkan tega." "yaa, I love you, Hujan !" 15 November 2014, 21:43

Luh !!!

"... kalau iya seperti katamu, itu cinta. enggak bakal ada, enggak bakal ada perasaanku yang seperti terus-terusan dicekik seperti ini, Luh !!! sudahlah." "baru sekarang geletar hatimu tak bisa berhenti, Luh ? terlambat, kamu kehilangan aku." "sesuatu yang berarti itu beban yaa Luh ? hmm, yaa ternyata kita tidak berhasil melewati ketidaknyamanan itu." "kamu risih bila dikasih perhatian, tapi berontak saat kau tak menemui teguran dariku. kamu ini lucu, Luh."

Segala Yang Seharusnya - Saat Aku (Masih) Menjadi Kekasihmu

Reya menarik nafas dalam-dalam, lalu berkata dengan suara datar. “yah, sayang penyesalan memang selalu datang terlambat, dan waktu tidak bisa diputar kembali. apa yang sudah hilang tak mungkin kembali.” “Reya, tunggu sebentar.” aku berusaha mencegah kepergian Reya. “masih ada yang ingin aku katakan”. “aku rasa semua sudah selesai Luh, tak ada lagi yang perlu dibicarakan.”. Reya tetap melangkah pergi meninggalkanku. nyeri dihatiku terasa semakin menjadi, hingga membuatku sulit bernafas. seiring langkah kakinya menuruni anak tangga, secuil demi secuil harapan muncul dihatiku, aku ingin Reya berbalik arah, lalu mengatakan telah memaafkanku, dan hubungan kita baik-baik saja setelah ini. ….. laki-laki itu terus menceracau. aku hanya bisa diam, tindakan yang aman untuk menunjukkan ya atau tidaknya aku terhadap semua-mua yang diucapkan. aku tak mengerti bagaimana cinta ini dapat sebegitu rimbun. namun, ketika aku terbiasa dengan tidak adanya sedikitpun perhatian dan

Menunggu Pedangku sebagai Kado yang Menusukmu Terlebih Dahulu ?

katamu, aku seperti berubah atau tidak ada aku sama sekali yang kamu tahu ? aku lalu seperti menghilang dari dialog semalaman. aku bukan tak suka, tapi perihal kamu yang begini selalu menarik urat tertawaku tiba-tiba. kamu tidak jahat, tapi pelan-pelan memaksaku menelan banyak pil dopping agar aku tetap tegak ditebas pikiran demi pikiran tentang keadaan kamu yang begini – jadi tempatku berkontra. aku tetap dipaksa berpikir untuk peduli, yang jelas bisikan koloni-koloni itu muncul dari hati. Sebuah kepedulian yang ku harap tidak berakhir menjadi sebuah pedang sebagai kado yang menusukmu sewaktu-waktu - ketika bisikan koloni-koloni dari hati itu mulai tak muncul lagi ditelingaku. jadi, ada yang ingin ku tanyakan “masih mau mendatang dan seterusnya seperti ini, kamu ? atau harus menunggu pedangku sebagai kado yang menusukmu terlebih dahulu ?”

The Magic of Red Lipstick

jadi ceritanya, malam kencan kapan lalu aku iseng-iseng pakai lipstik merah. "dik, kamu kok beda hari ini ? apa yaa yang beda." semacam tiba-tiba aku sedang diinterogasi seorang detektif. "oh, kamu pakai lipstik merah hari ini. yayaya"  malam kencan berikutnya... "dik, kamu kok beda lagi hari ini ? apa lagi yaa ?".  "oh, kamu enggak pakai ipstik merah hari ini yaaa ?" ... and such is the magic of red lipstick. one swipe... and he'll feel that it changes my face dramatically.