Langsung ke konten utama

Ku Tulis Tergesa-gesa

Aku terjaga dari mimpi yang kini tidak bisa ku ingat lagi, lalu sesaat termenung diranjang tidurku paling nyaman, memegangi jemari tangan kananku bingung – mencoba sekali lagi menggunakan ingatanku untuk mengingat mimpi itu.

Setengah dua pagi kok.
Kayaknya.
Mending tidur lagi aja kan ya ?

Sepuluh menit… tiga puluh menit… satu jam… tidak bisa ! mimpi itu terus membuatku terjaga, terlebih kepada sosok laki-laki yang ada didalamnya – yang sepanjang mimpi tadi terus mencium jemari tangan kananku.

Aku sudah resmi kecewa, aku sudah resmi membencinya dari beberapa hari setelah dia meninggalkanku. Kenapa datang ? Kenapa terus datang maksudku ?

Apa aku rindu ? kalau iya, tolong ajari aku mengendalikan rindu yang meliar. Cinta lama yang bertahun-tahun ku simpan, lebih tepatnya kita simpan – bahkan seringkali berusaha ku tebas dan aku berhasil saling menahan, tapi sepertinya selalu menolak.. meranggas.. menghantamku terlalu dalam.

Apa aku rindu ? kalau iya, tolong ajari aku menerjemahkan pahit rindu yang perih tiap mataku menatapnya. Rasanya kemana saja aku mencoba memalingkan kepala, selalu dia ada.

Apa aku (baru) mencintainya sekarang ? Atau cinta ku paling purba yang menggerus tahun-tahun lengang telah kembali sekarang ?

Tolong ajari aku berhenti bermimpi – memimpikanmu.

…..

“Pacarmu yaa ?”

“Eh kalian cocok, kenapa gak pacaran sih ?”

“Dari eyecontact aja ketahuan, kenapa gak cepet-cepet sih mbak ?”

“Eh, pacarnya ya dik ?”

“Lagian, kan bisa aja dong orang jadian sama sahabat mbak. Gak ada yang melarang, bahkan banyak yang seperti itu.”

Oke, dari sekian puluh – ratus – ribu, aku paling benci mendengar omongan orang yang begini. So, please dia itu sahabatku. Aku sudah bersama dan menyayanginya sejak kita masih SD. Dia adalah segalanya diluar keluargaku, sama halnya dengan Trisna, Rachma, Nuris, Haqki, Didit, Andrian, ( dan banyak lainnya, tidak mungkin aku sebutkan mereka satupersatu). Dia atau mereka adalah sahabatku, penghiburku, kakakku. Bahkan kalau boleh jujur, dia jugalah yang.......

Oke, mari berhenti melantur !

Aku pernah bersumpah, kepada banyak orang kalau laki-laki dan perempuan itu bisa benar-benar sahabatan tanpa terkontaminasi roman picisan !

Jadi sebagaimananya aku dengan dia, rasanya tidak mungkin untuk nge-showoff love-lovenya kita lebih dari love yang ada dipersahabatan. (yaa, meskipun kita punya perasaan yang sama, aku tahu itu). Aku hanya bisa mengelak sewaktu orang-orang memporakporandakan hatiku dengan kalimat-kalimat yang aku cocoklah dengan dia, yang udah suruh cepet pacaran aja dengan dia. Yaa ampun, jujur saja setiap kali hatiku diporakporandakan, tingkahku ikut berantakan – salah tingkah. Malu-maluin.

…..

Selain aku sudah lama bersahabat dengan dia, rumah kita juga berdekatan. Jadi tidak menutup kemungkinan waktu ketemu kita lebih banyak dibanding dengan jadwal rutin yang diadakan tiap seminggu 2x untuk berkumpul dengan Trisna dan yang lainnya.

Kalau ditanya waktuku ketemu dengan dia, yaa seminggu bisa lebih dari 3-4 atau mungkin setiap hari. Hahaaa Entah itu hanya untuk sekedar cari angin, cari makan, atau cari wangsit – berdua. Itu sudah menjadi hal biasa yang kulakukan dengan dia, meskipun salah satu diantara kita ada yang sudah berstatus (perpasangan). Siapa ? aku – dia ? yang jelas aku sudah punya kekasih. Tapi jauh dari rumah – jauh sekali aku bilang. Dan aku cinta sama kekasihku ! kalau dia… aku tidak begitu tahu, dia jarang sekali cerita tentang kekasihnya. Tapi terakhir yang aku dengar dia bersama Firda. Tidak ada yang aneh kan dengan kita ? sewajarnya… kita tidak lebih dari sahabat. Kerap kali aku mau jalan sama dia pun, aku pasti pamit kekasihku – dan diijinin. Mereka sudah pernah kutemukan dengan kekasihku sebelumnya, begitu juga Trisna dan lainnya, semuanya kenal.

…..

Ini adalah tangis paling parah dimataku karena dia. Sebelum ini aku memang beberapa kali menangisinya ketika dia dalam masalah. Tapi sungguh, ada perbedaan besar antara menangisi kekasih orang dan menangisi laki-laki yang sebenarnya bisa kita miliki tapi secara moral tidak boleh.

“Loh, kamu kenapa ? hidungmu merah ? matamu ?”

“Gak kenapa-kenapa, Cuma pilek aja, tadi sempet kelilipan juga. Coba tiupin mataku dong, barangkali debunya bisa keluar.”

(Trisna mendekat untuk mengecek mataku, tidak lama… bukannya mengecek mataku, kepalaku malah disundul) “basi, caramu bohong udah basi. Kenapa ?”

DAMN ! aku memang tidak pernah bisa membohongi Trisna dengan cara apapun, dia memang satu-satunya wanita paling ngerti aku setelah ibuku. Termasuk dengan cara sebodoh ini, semua orang juga pasti tahu hidung merah dan mata sembabku karena menangis bukan karena pilek atau kelilipan yang gak masuk akal. Hahaah

“Masih ingat sama Firda yang pernah aku cerita sebelumnya kan ?”

“Oh, masih. Kenapa ?”

“Rupanya daya ingatmu lebih tajam dibanding daya dengar telingamu yang sering keluar masuk THT ya, Na ?” (aku menggoda Trisna, yang memang keseringan keluar masuk THT) wkkwkw

“Oh, bangke ! sialan ! Ayo kenapa ? cepetan ah !” gerutu Trisna.

Bla… bla… bla… dua jam sendiri untuk aku bertukar cerita dengan Trisna siang ini.

…...

Ini kali pertama aku meminta bertemu setelah hubungan kita, selesai. Bukan berarti hubungan yang sudah terjalin sejak kita kecil juga ikut selesai.

Kupandangi dia lagi

Ya ampun sahabat kecilku, bagaimana pandangan mata bisa membuat dua orang yang duduk berhadapan merasa jurang selebar ribuan kilometer diam-diam terbentang diantara mereka – menggantikan meja kayu yang terbentang diantara mereka ? itulah yang saat ini kurasakan.

Aku benar-benar membencinya, tapi aku juga menginginkannya. Entahlah. Aku sengaja membuat hubungan kita terasa berjarak.

Bisa saja dulu aku mengejar dia seperti yang sering kulihat di film-film roman, memanggil-manggil namanya seperti serigala yang merindukan bulan. Tapi tidak satupun diantara kedua hal itu aku lakukan. Aku hanya memandangi dan membiarkan dia pergi…

Pikiranku pernah begitu kuat ingin mempertahankannya, tapi entah dengan hatiku ? sudah kutanyakan tapi belum kutemukan jawaban.

Disisi lain, aku tahu keinginannya untuk berhenti juga begitu kuat, dia sendiri yang memintaku untuk mengerti. Tapi entah dengan hatinya ? mungkin sudah dia tanyakan, sudah dia temukan jawaban, tapi dia berusaha mengelak. Mungkin…

 

 

Bersambung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Menyayangkan, Sayangnya...

sayangnya, aku bukan tipikal wanita yang berjuang lebih keras dari umumnya hanya untuk laki-laki sepertimu. sayangnya, aku lebih memilih tidak lagi peduli daripada harus memaafkanmu berulang untuk kesalahan yang selalu sama.  sayangnya, aku lebih membutuhkan laki-laki yang penuh pengertian lebih ketimbang laki-laki yang penuh tuntutan. sayangnya, aku lebih menghargai laki-laki yang mau diajak susah ketimbang laki-laki yang maunya enak saja. sayangnya, aku bukan wanita yang membiarkan laki-lakiku mengencani wanita lain. sayangnya, aku wanita yang tidak bisa tinggal diam ketika aku dikecewakan, bahkan aku bisa membalasnya jauh lebih menyakitkan. sayangnya, aku wanita yang lebih memilih untuk mengakhiri daripada menjalani hanya dengan kesakitan. sayangnya, aku wanita yang susah memberi kalau kepercayaan sudah disia-siakan. sayangnya, aku lebih mendengarkan kata hatiku untuk meninggalkan, daripada kata-kata tanpa usahamu agar aku tetap tinggal. sayangnya, aku adalah aku, aku bukan aku yang...

Cemburu, Tidak ! Tidak !

Entahlah, ini apa ? aku tidak mau menyebut aku sedang dibakar rasa cemburu. Tidak ! tidak ! Sore yang cantik, dengan sahabat-sahabatku yang begitu menawan hari ini. Ah, rindunya beradu cerita bersama mereka. Iya, setelah berminggu-minggu terpisah karena kesibukan kita masing-masing, akhirnya dalam ketidaksengajaan sore ini kita bertemu. Peluklah paksa sore itu, menyongsong senja dengan senyuman terbaik dariku, meskipun disini… iya.. dihati dan pikiranku sedang kacau, mereka tau, mereka cukup mengerti bagaimana aku. Tidak ada yang angkat bicara, mereka tidak mencoba menanyakan “kenapa aku ?” , jelaslah mereka paham betul bagaimana aku ketika mood sudah berbalik 180 penuh, mereka menunggu aku untuk bercerita, pastinya. Tidak biasanya aku menjadi pendiam saat bersama mereka. Aneh ! ini bukan aku ! hahaha ini sore yang cantik, dipadukan dengan sahabat-sahabatku yang begitu menawan, tapi tidak bisa merubah moodku yang terlanjur berbalik arah 180 penuh. Sesekali aku memainkan rambut bagian a...

P.A.I Pertama di Semester 6

17 Februari 2014. kuliah perdana di semester 6. kali pertama dapatkan mata kuliah pendidikan agama islam. semoga menjadi semster yang berkah (syukur-syukur tidak ada mata kuliah yang tertinggal lagi seperti di semester-semester lalu yang tidak pernah 'tidak' meninggalkan satu - dua matakuliah disetiap tanggal KRS-annya). dosen baru : Bpk. Haris. (yaa, sudah ku duga dalam kelas ini aku akan bertemu dengan dosen baru. karena sejauh ini wajah-wajah dosen lama rasanya tidak ada yang pas kalau ngajar agama. wajahnya terlalu berkesenian, bukan berkeagamaan - tapi bukan berarti mereka tidak beragama loh yaa) whahaha bilangnya, Bapak haris ini pernah mendapatkan beasiswa kuliah di Sudan, dan di Al-Azhar. dan bilangnya, beliau sangat senang mengajar P.A.I (Pendidikan Agama Islam) "selain mendapat gaji dari instansi, saya juga mendapatkan pahala dari Allah." begitu sih paparnya. pertemuan pertama ini membahas tentang 'Ketuhanan'. Roh Islam ( Tauhid yang berarti keyakina...