Golput Memang Bukan Pilihan, Tapi Tidak Memilih Adalah Hak
Menjelang Pemilu Presiden 2014
mendatang, pilihan untuk tidak memilih (GOLPUT – Golongan Putih) tampaknya
menjadi isu-isu actual yang semakin gencar. Rakyat tampaknya lebih banyak yang
memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya, tentu hal ini akan dapat membuat
cacat demokrasi yang selama ini kita bangun. Namun bukan berarti Golput sengaja
merusak yang namanya demokrasi, Golput memang bukan pilihan, tapi tidak memilih
adalah hak. Jadi jangan salahkan untuk bergolput karena golput telah menjadi
pertimbangan matang bagi pemilihnya untuk menggunakan haknya. Pilihan sikap
golput merupakan musuh bebuyutan setiap kali pemilu, terutama pemilu 2014
mendatang.
Memahami
Golongan Putih (Golput) bukanlah golongan orang-orang berjubah serba putih
seperti berada didekat ka’bah, bukan golongan orang-orang berbusana serba putih
berdzikir akbar bersama Ustadz Aa Gym, bukan juga kelompok organisasi keagamaan
yang sering turun jalan seperti FPI yang suka memakai seragam putih. Golput
dalam bahasa politik adalah suatu sikap yang diambil olah individu untuk tidak
ikut berpartisipasi dalam pemilihan, atau individu yang tidak menggunakan hak
pilihnya untuk memilih wakil-wakilnya dipemerintahan, sekalipun pemimpin
tertinggi seperti presiden.
Arief
Budiman (Kompas, 28 Maret 2004), salah satu tokoh gerakan Golput pertama,
pernah menyatakan bahwa boikot pemilu yang digelorakan bersama aktifis
angakatannya memang ditujukan untuk menggugat pemilu yang dianggap tidak
demokratis, sehingga tidak berfungsi apa-apa kecuali penguatan status quo. Dia
menganggap pemilu sudah kehilangan fungsinya sebagai pilar demokrasi. Untuk apa
diadakan pemilu kalau yang menang pasti orang-orang atau pemerintah sendiri,
sementara partai diluar itu diberangus ? apa fungsi pemilu kalau orang tidak
bebas berserikat dan berpolitik ?
Fenomena
Golput ini terjadi bukan tanpa sebab. Eep Saefullah Fattah (Ahli Komunikasi
Politik dari Universitas Indonesia) membagi setidaknya ada 4 hal mengapa
fenomena Golput terjadi diberbagai ajang pesta demokrasi local maupun nasional. Pertama, Golput yang terjadi karena
factor teknis, yaitu karena sebab-sebab teknis tertentu. Misalnya, keluarga
meninggal, ketiduran, sehingga mengakibatkan berhalangan hadir ke tempat
pemungutan suara, atau juga bisa karena kekeliruan mencoblos sehingga suaranya
tidak sah. Kedua, Golput karena
factor teknis-politis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih
karena kesalahan dirinya atau pihak lain (penyelenggara pemilu). Ketiga, karena factor politis, yaitu
mereka yang merasa tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak
percaya bahwa pilkada atau pilpres akan membawa perubahan atau perbaikan.
Rakyat bisa jadi merasa jengah, bosan, dan apatis terhadap pesta demokrasi yang
dianggap hanya menguntungkan elite politik samata. Keempat, ada pula Golput karena alas an ideologis, yaitu mereka
tidak percaya mekanisme demokrasi yang dianggap liberal dan tidak mau terlibat
didalamnya, baik karena alasan fundamentalisme agama maupun alasan
politik-ideologi lain.
Fenomena
Golput diatas adalah sebuah tantangan sekaligus sebuah peringatan yang harus
menjadi catatan pemerintah dan partai politik. Bisa saja selama ini rakyat
merasa apatis terhadap agenda pesta demokrasi yang dianggap hanya memberi
keuntungan bagi elite politik – memperkaya diri semata. Rakyat bosan dengan
pesta demokrasi yang dianggap tidak memberi perubahan apa-apa. Atau bisa juga
selama ini KPU belum bekerja secara maksimal sehingga di lapangan banyak rakyat
yang tidak paham tentang procedure pemilihan dan menyatakan Golput.
Sudah
saatnya pemerintah melakukan evaluasi terhadap kinerja mereka. Apakah yang
dilakukan selama ini sudah sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat, yaitu
mensejahterahkan mereka. Atau justru selama ini memberatkan mereka ? begitu
pula partai politik, sudah seharusnya merekrut kader-kader yang kredibel,
mumpuni dan memiliki komitmen yang tinggi untuk membela rakyat.
Jangan
lupa bahwa besarnya sebuah partai adalah karena dipilih oleh rakyat. Jika
rakyat tidak memilih, maka partaipun akan semakin kerdil, untuk itu partai
harus berorientasi untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat dengan bukti-bukti
yang nyata tidak sekedear janji-janji belaka. Jadi kenapa kita harus
menggunakan hak pilih kita, jika hanya untuk memilih orang yang akan memperkaya
diri. Saya yakin, Golput akan terus terjadi jika kontestan pesta demokrasi
terus begini – tidak memenuhi kriteria. Hal ini bukan berarti penulis merasa
sinis dengan partai politik, namun itulah kenyataan yang terjadi.
Komentar
Posting Komentar