Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2014

Kamu dengan Cita-Citamu, dengan Sekian Konsepmu. Kamu Semoga Senang.

kamu tahu bagaimana sedihku saat mengingatmu bekerja keras demiku ? bagaimana kesepianku datang, kau sibuk dengan pekerjaanmu hingga lalai akan aku. semangatmu... kamu dengan cita-citamu. kamu dengan sekian konsep masadepanmu. aku sangat bangga padamu. menjadi dokter memang butuh kesabaran juga ketelatenan, aku tahu waktumu akan tersita untuk itu. pekerjaan yang mulia bukan, jika kamu berhasil menyembuhkan banyak pasien, membantu beban orang lain. kamu semoga senang. doaku selalu menyertaimu...

Pura-Pura Ikhlas

.... mataku menatap jauh ke depan, bibirku tersungging senyuman hanya sebagai penanda bahwa tak ada sedikitpun rasa dendam. nafas yang kian memburu, pikiran yang melayang terus kebelakang. terbayang wajahmu. hati kecilku seperti berkata bahwa nanti kau pasti akan hidup bersamaku. pastinya kau tahu apa yang sekarang bisa membuatku bahagia. tidak... bukan... aku tidak setega itu menghentikan pernikahanmu dengannya. yakin bilamana kau bersedia untuk hidup bersamanya, aku ingin kau bahagia. pantang bagiku, untuk melanggar janji dan mengkhianati cinta. sekarang tertawalah dunia... aku tidak bisa menjalankan lagi semuanya. aku akan berusaha mengerti keadaan dimana aku harus terpisah denganmu... ku pejamkan mata, mengambil tenang. nafas semakin terasa berat, memang. lagi.. terbayang wajahmu yang selalu ku kasihi. jika Tuhan menginginkan ini, akan ku berikan. tetapi ketahuilah, aku tidak mempunyai kekuatan untuk melepaskannya. jangan terharu dengan aku yang pura-pura ikhlas.

(GOLPUT) Tidak Memilih Adalah Hak

Golput Memang Bukan Pilihan, Tapi Tidak Memilih Adalah Hak               Menjelang Pemilu Presiden 2014 mendatang, pilihan untuk tidak memilih (GOLPUT – Golongan Putih) tampaknya menjadi isu-isu actual yang semakin gencar. Rakyat tampaknya lebih banyak yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya, tentu hal ini akan dapat membuat cacat demokrasi yang selama ini kita bangun. Namun bukan berarti Golput sengaja merusak yang namanya demokrasi, Golput memang bukan pilihan, tapi tidak memilih adalah hak. Jadi jangan salahkan untuk bergolput karena golput telah menjadi pertimbangan matang bagi pemilihnya untuk menggunakan haknya. Pilihan sikap golput merupakan musuh bebuyutan setiap kali pemilu, terutama pemilu 2014 mendatang.             Memahami Golongan Putih (Golput) bukanlah golongan orang-orang berjubah serba putih seperti berada didekat ka’bah, bukan golongan orang-orang berbusana serba putih berdzikir akbar bersama Ustadz Aa Gym, bukan juga kelompok organisasi ke

Cinta (Mata Uang)

"dia bukan yg paling disukai. dia hanya punya tubuh seksi, dan itu saja yang dipedulikan oleh segerombolan pria-pria itu" "dua gelas limun" tambahku kepalayan. aku mengabaikan perkataan orang disampingku, Sasi. kita baru beberapa menit disini, dan sudah saling serang. oh, bukan kita.. tapi Sasi, dengan perempuan seksi diujung sebelah sana tadi. suara mereka berdua sangat berisik, benar-benar seperti harimau binal yang ingin saling menerkam. "oke, pergilah dan lakukan peran gadis lajangmu untuk priaku, pria ingusan itu !" itu kalimat terakhir yang kudengar dari mulut Sasi. aku terpaksa pergi, berpindah meja, membawa kedua limunku. awalnya aku sangat menikmati sekali tempat ini, tapi tidak lagi sekarang. "bagaimana perasaanmu ?" tanyaku "aneh. aku tahu kalau sampai di akhir, ini semua akn terjadi, tapi rasanya sekarang benar-benar nyata". "yaa, aku tidak menyangka akan selesai seperti ini." "yap, kurasa inilah

Ampas Kopi

senja senyap, menakala angin menerbangkan daun-daun yang gugur perlahan. setibanya ditujuan, semua itu hampir tertutup kabut. sepi, hanya desir angin yang mengisi. ... datang malam, seperti ampas kopi didasar gelas. pahit, aku membiarkannya pergi. namun tampaknya aku masih mencintai laki-laki yang telah meninggalkanku dulu. seorang laki-laki yang tak akan pernah bisa memahamiku, perempuan yang tak punya pekerjaan, selain menulis dan membaca.

19 Menit Lagi Aku Sampai.

aku ke atas tanpa bergegas lagi. aku melangkah santai, rasanya jantungku sudah tidak mampu diajak berjalan cepat lagi. aku melihat layar Blackberry ku, melangkah menuju ruang inap Ijun. .... aku sudah sampai dilorong tak jauh dari ruangannya. aku berusaha mengalihkan pandanganku dari pintu itu seakan bisa menemukan jawaban atas semua kebingunganku, aku ragu. kuhela nafasku. akhirnya aku memasuki ruangannya. aku tidak bisa menahannya tadi, dorongan itu begitu besar, untuk melihat wajahnya, mendengar suaranya, dan.. keadaannya sekarang. aku benci firasat-firasat tak jelas ini. ... aku melihat ke ujung sebelah kanan, yang hanya dibatasi pagar besi. dari balik pagar besi itu terang matahari menyerbu masuk ke ruangan ini, menyapu wajahnya yang pucat pasi. lamunanku pecah saat ku dengar dia memanggil namaku. ia tersenyum ke arahku, aku membalasnya. aku mendekatinya, meraih tangan dan mencium punggungnya. ku peluk dia... meski ku tahu dia takkan bisa membalas pelukanku, lagi.. tubuhnya

Satri...

sudah rindu sekali Satri pada laki-laki itu. dia pikir dia harus menuntaskan perasaannya. rindu memang seperti sinar yang memancar, yaa hanya cahayanya yang tampak. pun saat ini, perasaan didalam dada Satri menegaskan bahwa rindu membuat silau seketika. dia tak sabar lagi menemui laki-laki itu. laki-laki yang dinikahi seorang wanita bersuami. ditunggunya... "sampai kapan aku harus bersabar disini ? jangan-jangan kata-kata yang keluar dari mulutmu... jangan-jangan kabar yang membuat telingaku berdenyar-denyar, benar adanya ! kau tak akan pernah menikahiku."

Ganjil yang Absurb.

entah absurb atau tidak, aku akan menemuimu bila kau menulis cerita tentang kita. yakinlah aku sedang tersenyum saat itu. karena menjumpai diriku dalam kata-kata yang indah. karena menjumpai karanganmu. karena menemukanmu disana. "kita sering mendiskusikan apa-apa yang ada dilangit. semuanya absurb" ... ini ganjil, ku harap tidak akan ada yang mencoba membukanya.