tentang dia, dia dahulu...
ada seseorang yang dulu selalu ku cinta. dia dulu adalah musim semi hatiku, dengan cintaku padanya yang selalu terbit tiap kali ku tenggelam dalam matanya. dengan senyumnya yang lahir dari mata itu, tatapan yang selalu kurindukan.
kuangankan untuk tertidur disana. mungkin resah hati ini akan hilang sekiranya pemilik mata indah ini bisa tertidur bersamaku dibawah langit musim panas. melihat awan bergumpal-gumpal menari bersama tiap angan dan mimpi akan masa depan, yang masih jauh dari genggaman.
melihat langit tak berbatas yang tidur di atas jagad, diluar sana ada jagad, dan saat itu hanya ada kami yang diam di dalam jagad cinta yang tak terjelaskan.
merasakan angin mencium kulit ini, membawa sedih yang tergurat dihati, membawa bahagia dari negeri timur nan jauh. membawa wangi melati bak kasih ibu tak habis dimakan waktu. seiring langit senja yang memerah, dan samudera yang terus bercengkrama dengan angin...
aku ingin ada disana, bersamanya. dengan seseorang yang dulu selalu kucinta. yang dulu pernah membawa musim semi, walau sejenak, dan aku sudah lupa wangi musim semi dari rambutnya,
dia dulu seseorang yang selalu kucinta.
rambutnya tergerai oleh angin yang ingin merasakan lembut cintanya. dan matanya masih kurindukan. hingga kini. tapi dia bukan lagi seseorang yang selalu kucinta. aku hampir tak mengenalnya. jiwanya sudah bukan jiwa yang dulu pernah ku kenal, jiwa yang ingin kujaga dengan tiap nafas dan rinduku akan dirinya. jiwa yang bermain-main dalam mimpiku dan mengajak aku bermain dihutan rahasia dimana aku bisa menguak rahasia musim semi yang ia tawarkan, pada jiwaku.
jiwanya sudah tak kukenal, karena matanya tak lagi membuatku rindu akan dirinya. matanya tak lagi teduh seperti yang dulu kubanggakan akan dirinya. yang kuinginkan akan dirinya.
jiwanya sudah tak kukenal. dia membuatku begitu menginginkannya. merindukan jiwanya. menggenggam tangannya, dan membawanya lari dalam nafasku, pelukanku. dalam tiap kecupanku akan jiwanya yang begitu indah. saat itu.
jiwanya sudah tak kukenal. dari batang-batang dan sulur-sulur bahagianya tumbuh duri, menyeruak dari bahagiaku. dan duri-duri iru terus tumbuh seiring senja yang menjauh dan malam yang bernyanyi mengundang jiwa-jiwa sepi ke dalam peraduan mimpi. saat itu aku masih berusaha menyentuhnya dan membawa musim semi itu dalam ladang anggur hatiku yang kering ini. tapi durinya membuatku berdarah, lukanya tak mengering hingga kini. lukanya dalam dan menganga, semakin pedih dan berdarah saat aku mengingat betapa indahnya dia dulu,
betapa aku selalu memanggilnya dalam tidurku. betapa aku merindukan keteduhan matanya untuk kering dan meranggasnya urat nadiku.
jiwanya sudah tak kukenal. dan ia semakin berduri. dan lukaku semakin berdarah saat aku berusaha mendekatinya. durinya tak mengizinkan aku untuk mendekat. dan aku tak bisa berbuat apa-apa.
ia akan pergi bersama bahtera berikutnya...
membawa semua lukaku jauh pergi bersama kenangan akan dirinya.
aku ingin membuang durinya. agar ia semerbak seperti dulu, saat aku merindukannya. aku ingin membuang durinya, agar aku dapat memeluknya. menatap senja yangmemerah dan malam yang turun saat ia mulai mengantuk dan terlelap dalam pelukanku. aku ingin membuang durinya agar luka ini tak begitu sakit lagi. agar luka ini tak terasa lagi, dan aku masih bisa merawatnya.
mengingatnya betapa dulu ia adalah musim semi yang selalu kunanti, saat musim dingin berakhir dalam hatiku. saat kuinginkan nyawa baru untuk hidupku.
dan sekarang, aku tak mengerti kemana wangi musim semi yang dulu bernafas dalam jiwanya, dalam matanya yang teduh dan selalu kurindukan itu. aku tak mengerti kemana terbangnya jiwa yang ingin kupeluk itu. jiwa yang selalu bermain dalam hutan rahasia raga ini, yang selalu menantikan cinta sepertinya. damai seperti samuderanya.
ia berdiri dengan penuh duri, menatapku dari balik selimut malam.
aku hampir tak mengenalnya. jiwanya sudah terbuang jauh bersama musim semi hijau, biru. jingga, merah. bersama hilangnya rindu ini akan dirinya...
Dirgapradja.S.
Komentar
Posting Komentar