awalnya aku tak paham. aku
mencoba menyibukkan diri kalau dia pulang larut malam, katanya sih urusan
pekerjaan. memperhatikan langit yang selalu bisa membuatku merasa tenang,
sampai menghabiskan malam bersama teman-teman, cekikikan.
tetap aku tak paham. saat dia
lagi dan lagi hingga bermalam-malam tanpa kabar, katanya sih tetap urusan
pekerjaan, bantu rekan. aku mencoba menyibukkan diri membuat tulisan fiksi,
yang tokoh-tokohnya adalah ciptaan ilusi.lalu aku kembali memperhatikan langit
yang selalu bisa membuatku merasa tenang.
dalam sekejap suasana berjalan
seperti tanpa beban. barangkali perilaku dia yang seperti itu menyeretku untuk
ikut seperti itu juga, barangkali.
sungguh luar biasa, unik bin
aneh. tak bisa dijelaskan dengan akal sehat, atau mungkin akal sehatku ini
sudah kurang sehat hingga tak mampu mencerna fenomena itu ? oh, maafkan saja
aku, mungkin aku kurang mengerti dia. iya, anggap saja begitu, aku sama sekali
tak mengerti dia.
setiap hari baik dia maupun aku,
dipaksa untuk menyelesaikan persoalan. ku rasa begitu, hingga kita tak punya
waktu lagi untuk menikmati, apalagi bersyukur bahwa kita saling memiliki. kita sedikit
melupakan itu.
kemudian, aku mulai sedikit paham. ketika dia tak mengatakan apapun perihal pekerjaannya yang harus menyita waktu hingga larut bermalam-malam itu. ketika dia tak memberikan pengertian lebih agar aku mengerti walau hanya dengan pesan singkat untuk berpamitan kemana dan bersama siapa dia pergi. ketika menyibukkan diri membuat tulisan fiksi malah berakhir sedih. ketika memperhatikan langit tak lagi membuatku merasa tenang lagi.
tapi aku sedikit kebingungan, apa
kau sebagai dia yang kusebut-sebut ditulisan ini, bisa membantu untuk
meyakinkan, dimana sebenarnya aku sedang berdiri ‘apakah aku ini mulai sedikit
paham atau mulai sedikit terbiasa dengan keadaan yang dia ciptakan ?’
katanya, aku ini kenapa rela
diabaikan ?
aku paham. aku diam.
katanya, aku ini kenapa bisanya
cuma diam ?
aku paham.aku tak punya
keberanian.
kata dia, aku ini kekanak-kanakan
!
kata dia, aku ini tak pengertian
!
kata dia, aku ini tak peka !
aku tak paham.
dalam sekejap suasana berjalan
seperti tanpa beban. barangkali perilaku dia yang seperti itu menyeretku untuk
ikut seperti itu juga, barangkali.
tapi misalnya saja barangkali itu
sungguh menyeretku untuk ikut seperti itu juga, aku tentu akan dibilangnya semakin
salah. tapi aku tak mau lagi hidup dalam kepura-puraan yang membuat hatiku
tertekan dan berantakan. yang membunuhku secara perlahan karena aku tau aku tak
bisa melawan apa yang ada dalam hati dan pikiran, “aku akan tetap bertahan”
(hanya sampai batas waktu yang kau ((yang ku sebut-sebut sebagai dia ditulisan
ini) ciptakan))
Komentar
Posting Komentar