Kepalaku yang sebeku es ini sebenarnya bisa dicairkan "kalau hatiku dia buat terus hangat", Pak
Sudah hampir satu bulan ini, aku jarang pulang kerumah ketika Bapak-ku masih terjaga. Entahlah, rasanya aku seperti burung yang baru saja lepas dari sangkar, ingin terbang kemana saja yang ku mau tanpa batas waktu.
Dua hari yang lalu, gelagat Bapak-ku memang berbeda. Aku pergi barang sebentar menemui sahabatku sudah ditanyanya bak seorang jaksa - yang mempunyai banyak tuduhan untuk disampaikan. Perasaanku tidak enak.
Hari ini, aku pulang kerumah tepat pukul sembilan malam. Sudah berjarak hanya 5km dari rumah, Bapak-ku mengirimkan pesan whatsapp "Kalau pulang, beli makan dulu. Nasinya habis." (Padahal setiap aku pulang malam, aku selalu sudah makan diluar. Pulang dengan kenyang, tapi tidak jarang juga aku makan lagi karena ada makanan dirumah).
Aku berhasil pulang kerumah ketika Bapak-ku masih terjaga. Perasaanku yang tidak enak kemarin masih sama ketika memasuki rumah dan melihat Bapak. Belum juga aku "menaruh" badan atau mengganti baju, aku sudah langsung diajak duduk diruang tamu. Biasanya lampu ruang tamu kami selalu mati kalau tidak ada yang bertamu, dan biasanya kami ngobrol diruang tengah. Tapi entah kenapa, Bapak-ku mengajakku duduk diruang tamu dan menyalakan lampunya. Perasaanku semakin tidak enak, untung aku pulang dengan kenyang, setidaknya aku tidak akan terlihat deg-degan karena aku sudah paham betul apa yang akan dibicarakan Bapak padaku.
"Kamu bagaimana ?"
Apanya, Pak ?
"Hubungan kamu ?"
Sama siapa Pak ? Ya ndak gimana-gimana toh, Pak. (Aku sudah tahu, sungguh sudah lama terpikir, mereka pasti akan menemui Bapak-ku)
"Kalau sudah ya sudah, enggak apa. Kamu sekarang loh usianya sudah mau berapa, sebentar lagi sudah 26th. Nyari pasangan gak perlu ganteng, Nduk. Yang penting cocok, nerima kamu opo onone, satu visi sama kamu. Kamu belajar dulu jangan egois, jangan keras kepala biar ndak gagal terus."
Iya, Pak. Yaudah.
"Sudah ndak usah dipikirin. Ndak usah hubungan lagi. Orang tuanya sudah ngomong sama Bapak. Mereka ndak pengen kamu berhubungan sama anaknya. Ndak usah dipikiri, Nduk."
..............
"Kamu ingat Mas Pram, dulu dia minta ijin sama Bapak untuk serius sama kamu, tapi Bapak bilang tunggu kamu lulus dulu sekolahnya. Dia ngomong sama Bapak, kamu gimana, egoisnya - keras kepalanya. Mas Pram selalu minta solusi ke Bapak cara momong kamu itu bagaimana. Coba siapa yang urus kamu waktu kamu tidak pulang hampir 3 bulan, siapa yang urus kuliah kamu, biaya kos, uang makan dan uang jajanmu karena kamu tidak mau menghubungi Bapak dan Ibu waktu itu. Dia bisa momong kamu dari kamu masih sekolah SMA sampai kuliah nduk. Tapi Bapak ndak bisa ikut campur jauh hubungan kalian, Bapak hanya merestui niat baik Mas Pram. Nyatanya juga tidak bisa bertahan. Dan sekarang lagi, sampai orang tuanya harus turun ke Bapak. Kamu harus belajar merubah dirimu, Nduk."
Perasaanku yang tidak enak beberapa hari lalu, terjawab. Akhirnya Bapak bicara dan ceritakan semua. Bagaimana mereka bicara dengan Bapak. Aku malas menjawab, karena aku merasa percuma. Kalau aku bicara dan ceritakan versiku, apa akan ada yang percaya waktu itu ? Kepalaku yang sebeku es ini sebenarnya bisa dicairkan "kalau hatiku dia buat terus hangat", Pak. Kalau aku juga tidak rutin dibohongi. Itu saja yang ingin ku sampaikan.
Hahaha setelah itu, aku merasa lucu sendiri. Membahas hal seperti itu, apa maksud Bapak selain menyuruhku berubah tidak egois dan keras kepala adalah segera mempunyai pasangan lagi ? Oh sungguh, kenapa seolah sangat penting dan serius membicarakan hal seperti itu dengan raut Bapak yang selalu kaku tak tertebak.
Komentar
Posting Komentar